BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar
Belakang Masalah
NATO, sebagai organisasi internasional, memiliki
pengaruh yang besar bukan hanya bagi negara-negara anggotanya, namun juga dalam
dunia internasional. Dalam prakteknya saat ini, NATO sangat dipengaruhi oleh dominasi
Amerika Serikat, seolah NATO merupakan alat untuk mencapai kepentingan AS, hal
ini merupakan salah satu dinamika internal NATO. Kerjasama antara NATO–Rusia,
merupakan hal yang selalu diwaspadai oleh Amerika Serikat, dimana ada indikasi
Rusia ingin mengubah beberapa system yang diterapkan oleh NATO.
Tujuan utama didirikannya NATO sebagai lembaga
keamanan bersama telah mengalami perluasan, bahwa kini NATO merupakan
organisasi pertahanan bersama untuk pengumpulan kekuatan, hal ini sebagai
bentuk penyesuaian NATO bagi keadaan dunia yang semakin berkembang. Terbukti
bahwa saat ini, negara yang memiliki nuklir bukan lagi hanya Rusia, Inggris,
Perancis Amerika Serikat dan China. Namun juga muncul kekuatan-kekuatan baru
seperti Iran, Korea Utara, India dan lainnya.
Sukses atau tidaknya NATO tergantung pada aturan resmi
kelembagaan yang berlaku pada NATO dalam menghadapi instrument yang ada dalam
NATO, seperti masalah keanggotaan, system pengambilan keputusan dan mekanisme
keuangan organisasi.
Dinamika internal, merupakan hal yang tak luput dari
perkembangan NATO, dimana sering terjadi benturan kepentingan antara
anggota-anggota NATO, misalnya Jerman dan Amerika Serikat.
1. 2.
Identifikasi Masalah
Peranan NATO tak hanya menyelimuti anggota-anggotanya
saja, namun juga telah meluas bagi regional lain maupun Internasional. Sehingga
muncul berbagai reaksi dunia terhadap peranan NATO, seperti umat Islam yang
berada di Asia Tenggara, lalu reaksi benua Asia, Uni Eropa terhadap NATO, dan
bahkan keadaan di dalam tubuh NATO sendiri sering menghadapi kesulitan untuk
menemukan titik temu dalam pengambilan suatu keputusan. Sehingga peranan NATO
dipertanyakan, hanya untuk kepentingan beberapa actor atau hanya bagi actor
tertentu.
1. 3.
Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah analisa dan pembahasan, para penulis
membatasi masalah dalam paper dengan poin-poin sebagai berikut :
1.Analisa
yang menyangkut dinamika internal dan peranan NATO dalam regional dan
internasional hanya menyangkut kasus yang dicantumkan.
2.Membahas
sekilas mengenai sejarah terbentuknya, profil NATO struktur organisasi dan
mekanisme kerja NATO.
2. Membahas
kasus yang terjadi yang menyebabkan dinamika internal NATO.
3.Membahas
kasus yang terjadi mengenai reaksi dunia internasional , khususnya umat Islam
di Benua Asia dan Uni Eropa terhadap pengaruh NATO yang telah meluas.
1. 4.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah
diungkapkan di atas, penulis mempunyai pertanyaan yang akan dijadikan dasar
analisa dalam paper ini, yaitu:
1. Apakah
dinamika internal dapat mempengaruhi peran NATO dalam dunia Internasional ?
2.
Bagaimanakan reaksi dunia internasional khususnya umat Islam di Benua Asia dan
Uni Eropa terhadap pengaruh NATO yang telah meluas?
1. 5. Tujuan
dan Kegunaan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk :
1. Memenuhi
tugas kelompok mata kuliah organisasi internasional.
2.
Memberikan pengetahuan mengenai NATO bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya,
baik yang merupakan mahasiswa hubungan internasional, maupun yang bukan.
3. Untuk
membahas dan menjawab pertanyan-pertanyaan dalam rumusan masalah.
Penelitian ini memberikan guna manfaat bagi penulis,
yang diantaranya sebagai berikut:
1. Paper ini
memberikan tambahan pemahaman yang berarti bagi para penulis dalam memahami
metode penelitian hubungan internasional dan menganalisa suatu kasus.
2. Paper ini
diharapkan dapat menjadi masukan dan sekaligus rujukan bagi para peneliti
hubungan internasional lainnya.
BAB II
MENEROPONGI NORTH ATLANTIC TREATY
ORGANIZATION
( NATO )
2.1 Sejarah, Profil dan Keanggotaan NATO
North Atlantic Treaty Organization atau disingkat NATO
yang jika diartikan, disebut sebagai Pakta Pertahanan Atlantik Utara, didirikan
pada tahun 1949[1], dengan tujuan untuk mengahadapi ancaman
bahaya komunisme di Eropa.
NATO berdiri pada tanggal 4 April
1949, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) secara resmi dibentuk di Brussel,
Belgia. Sebagai hasil dari North Atlantic Treaty, Saat itu, ada 12 negara yang
menandatangani piagam pendirian NATO yaitu Perancis, Luxemburg, Belanda,
Inggris, Kanada, Denmark, Eslandia, Italia, Norwegia, Portugis, AS, dan Belgia
sebagai tuan rumah. Inti dari piagam NATO adalah kesepakatan dari negara-negara
penandatangan tersebut untuk membentuk pertahanan bersama. Dengan demikian,
segala bentuk serangan yang ditujukan kepada salah satu negara anggota NATO
akan dianggap sebagai serangan terhadap negara-negara lainnya. Beberapa tahun
berikutnya, Jerman, Yunani, Spanyol, dan Turki ikut bergabung dengan NATO.
Pada saat yang hampir bersamaan,
Perancis sempat mengambil jarak dengan NATO[2]. Pada tahun 1960, meskipun masih tercatat
sebagai anggota NATO, Perancis mulai menarik pasukannya dari NATO dan
mengurangi ketergantungannya di bidang keamanan kepada pakta pertahanan
tersebut. Pembentukan NATO sebenarnya adalah konsekuensi dari situasi perang
dingin pasca Perang Dunia Kedua. Uni Sovyet yang berhaluan komunis dianggap
oleh negara-negara Barat sebagai ancaman. Karena itu, ketika Uni Sovyet
mengalami keruntuhan pada awal tahun 90-an, NATO berusaha keras mencari
justifikasi atas keberadaan organisasinya. Dengan demikian, NATO semakin
kehilangan identitasnya. Yang terlihat pada NATO kemudian adalah dominasi kuat
AS atas berbagai kebijakan organisasi. Karena itu, sejumlah negara mulai
meminta agar dominasi AS itu dikurangi.
Mengenai kekuatan militer yang dimiliki oleh
NATO, sebelum perluasan tingkat pertama[3], NATO mempunyai 20 staf angkatan darat,
35 divisi, 100 brigade, 1,5 juta pasukan, 4.500 pesawat tempur, 2.000
helikopter bersenjata, 500 kapal perang, 14.000 tank, 23.000 artileri dan
mortir. Masuknya Hungaria, Polandia dan Republik Czechnya menambah kekuatan NATO
dengan 45 brigade, 300.000 pasukan, 500 pesawat tempur dan 50 kapal perang.
Pasukan yang jumlahnya lebih besar daripada angkatan perang Rusia ditebarkan di
wilayah barat, persisnya di negara-negara Baltik. Bandar udara NATO ini melayani semua
jenis pesawat. Wilayah Rusia dari Murmansk hingga Astrakhan di sepanjang Volga sudah
berada dalam jangkauan penerbangan taktis NATO. Ini data militer-politik.
Dan di sinilah letak dinamikanya. Skala dan dinamika latihan militer berkembang secara
konsisten. Instansi militer melakukan latihan dalam operasi klasik di tingkat
awal strategi perang, pertahanan dan serangan strategis. Jumlah latihan meningkat dari 600 kali di tahun
1997, 670 kali (1998), 720 (1999), 806 (2000) dan 820 (2001).
Beberapa Negara yang bergabung secara
resmi dengan keanggotaan NATO adalah[4] : Albania, Belgium, Bulgaria, Canada,
Croatia, Czech Republic, Denmark, Estonia, France, Germany, Greece, Hungary,
Iceland, Italy, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Netherlands, Norway, Poland,
Portugal, Romania, Slovakia, Slovenia, Spain, Turkey, United Kingdom, United
States.
Sedangkan Negara-negara yang
merupakan partner bagi NATO adalah :
Armenia, Austria, Azerbaijan,
Belarus, Bosnia and Herzegovina, Finland, Republic Of Macedonia, Georgia,
Ireland, Kazakhstan, Kyrghyz Republic, Malta, Moldova, Montenegro, Russia.
Serbia, Sweden, Switzerland, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraine, Uzbekistan.
2.2 Struktur Organisasi NATO
Struktur
utama Organisasi NATO terdiri dari Civilian Structure / Civilian Branch dan
Military Structure/ Military Branch[5].
2.2.1
Civilian Branch
Civilian
branch terdiri dari North Atlantic Council / Dewan Atlantik Utara-yang
memiliki otoritas tertinggi dalam NATO yang terdiri dari kepala pemerintahan
dari negara-negara anggota NATO atau perwakilannya yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris Jenderal.
Beberapa
Sekretaris Jenderal NATO :
- 1994 - 1995 NATO Secretary
General Willy Claes
- 1988 - 1994 NATO Secretary
General Manfred Wörner
- 1984 - 1988 NATO Secretary
General Lord Carrington
- 1971 - 1984 NATO Secretary
General Joseph Luns
- 1964 - 1971 NATO Secretary
General Manlio Brosio
- 1961 - 1964 NATO Secretary
General Dirk U. Stikker
- 1956 - 1961 NATO Secretary
General Paul-Henri Spaak
- 1952 - 1957 NATO Secretary General, Lord Ismay
Orang Eropa
yang selalu dipilih untuk menempati posisi ini. Keputusan Dewan, harus dengan
suara bulat.
Civilian structure terdiri dari :
Þ Private
Office (PO)
Þ Public
Diplomacy Division
Þ NATO Office
of Security (NOS)
Þ Executive
Management
Þ Division of
Political Affairs and Security Policy
Þ Division of
Defence Policy and Planning
Þ Division of
Defence Investment
2.2.2
Military Branch
Military Branch terdiri dari Allied Command Atlantic, Allied Command
Channel, Allied Command Europe. Allied Command Europe merupakan jantung
NATO dalam tradisi.yang selalu dikomandani oleh jenderal dari Amerika Serikat.
Para letnal kolonel tersebut memberikan laporan kepada komite Militer NATO yang
kemudian dibawa kepada Dewan Atlantik utara. Komite Militer terdiri dari kepala
staf militer atau perwakilan lainnya dari negara-negara anggota NATO. Dengan
demikian, maka Military structure juga terdiri dari : The Military Committee, International Military Staff, Allied Command Operations (ACO), dan Allied Command Transformation (ACT), juga staf
lainnya seperti Canada-US Regional Planning Group – CUSRP.
2.2.3 Badan-badan Lain dalam NATO
NATO
memiliki badan-badan lain yang mengurusi :
v Logistik
v Produksi Logistik
v Standarisasi yang mengurus masalah rencana keamanan
darurat
v Manajemen perjalanan dan keamanan udara, melalui NATO
Air Traffic Management, Air Defence.
v Komunikasi dan Informasi melalui NATO Communication
and Information Systems.
v Pendidikan dan pelatihan.
2.3 Dinamika Internal NATO
2.4.1. NATO dan Jerman
Permasalahan
yang terjadi dalam tubuh NATO yakni dengan negara anggotanya sendiri, dalam hal
ini dengan Jerman yang bergabung dengan NATO sejak 1955 (sebelum Jerman barat
dan timur bersatu dan) dan kemudian pada tahun 1990 setelah Jerman barat dan
timur bersatu[6].
Permasalahan yang terjadi, yakni
mengenai misi di Afganistan. Sekjen NATO Jaap de Hoop Schfeffer yang diundang
menghadiri rapat pimpinan tentara Jerman Bundeswehr menyampaikan pandangannya
mengenai misi NATO di Afghanistan di depan ratusan perwira tinggi Jerman dengan
mengatakan :
"Di sebuah aliansi, semuanya
harus menjalin kerja sama satu sama lain. Dengan demikian tidak terdapat
pembagian tugas, dimana yang satunya terlibat pertempuran dan yang lainnya
mengkhususkan diri menangani pasca konflik. Semuanya harus dapat melakukannya.
Semua negara anggota pada waktu bersamaan memerlukan tentara dan diplomat.“
Padahal tentara Jerman yang bertugas
di Afghanistan hanya akan bertempur untuk mempertahankan diri atau bila berada
dalam keadaan darurat. Selain itu Bundeswehr hanya bertugas untuk apa yang
disebut menciptakan stabilitas di bagian utara Afghanistan. Tugas ini dibela
dengan bersemangat oleh Kanselir Angela Merkel dengan menandaskan, bahwa
tentara Jerman hanya bertugas di bagian utara Afghanistan. Sementara Sekjen
NATO Jaap de Hoop Scheffer tidak menyetujui dibatasinya bidang kewenangan.
Terjadi perbedaan pandangan antara
pemerintah Jerman dan NATO yang masing-masing memiliki kepentingan yang
berbenturan. Pada satu sisi pemerintah Jerman tidak ingin jika militernya
dikerahkan pada setiap bagian di ilayah pengamanan NATO dan tidak harus siaga
kecuali dalam keadaan mendesak. Hal ini dikarenakan proses komunikasi yang
terjadi tidak didahulukan dengan diplomasi internal yang baik antara negara
dengan organisasi internasional, sehingga, permasalahan tersebut tersebar luas
dalam dunia internasional dan menimbulkan kesan ketidakkompakan yang terjadi
antara keduanya.
NATO, sebagai actor yang sebetulnya
memiliki ketergantungan akan peranan dari negara anggotanya. Dalam hal ini
telah melanggar aturan dalam organisasi internasional sebagai fasilitator
penyampai kepentingan negara-negara anggotanya.
2.4.1. NATO
dan Misi di Afganistan
Menjelang berlangsungnya siding di
Bukharest, Rumania, Kantor Berita Prancis dalam sebuah analisanya mengungkap
adanya friksi tajam[7] antara Amerika Serikat (AS) dan
negara-negara NATO yang mengirimkan pasukan ke Afganistan.
Bahwa antara AS dan negara-negara
lain anggota NATO terdapat perbedaan pendapat tajam mengenai aturan perang dan
operasi militer di Afganistan, adalah fakta yang tak dapat disangkal. Friksi
antara AS dan negara-negara anggota NATO lainnya mencuat ketika Washington
meminta sekutu-sekutunya untuk mengirimkan pasukan dan persenjataan lebih
banyak ke Afganistan. Permintaan atau lebih tepatnya desakan itu tidak
ditanggapi. Masalah ini ternyata buntut dari perbedaan pendapat antara mereka,
menyangkut tugas dan misi NATO di negara yang pernah dikuasai rezim Taliban
itu. Inggris, Kanada dan AS yang terlibat perang seru dengan gerilyawan Taliban
di Afganistan timur meminta negara-negara lain ikut meringankan mereka dengan
mengirim tentara dan logistik lebih banyak. Di saat yang sama, Italia dan
Jerman menekankan pembangunan dan rekonstruksi di wilayah utara Afganistan dan
daerah-daerah lainnya yang relatif aman. Kondisi menjadi lebih parah ketika
sejumlah negara anggota NATO berbicara soal penarikan mundur tentara dari
Afganistan.
Yang pasti, AS dan negara-negara anggota
NATO lainnya memiliki perbedaan pandangan dalam mendefinisikan misi di
Afganistan. Dan nampaknya silang pendapat ini tak mudah diselesaikan meski AS
dan Inggris sempat merasa optimis, setelah Prancis mengumumkan akan mengirimkan
pasukan tambahan sebanyak seribu personil ke sana. Kebijakan baru Prancis itu
diumumkan oleh Presiden Nicholas Sarkozy. Namun sesaat setelah kebijakan itu
disampaikan, Sarkozy menuai kecaman dan protes di dalam negeri. Bukan hanya
itu, banyak yang yakin bahwa tidak ada jaminan kebijakan Paris itu tidak
ditentang oleh negara-negara lain.
Friksi antara AS dan negara-negara anggota NATO lainnya dalam operasi
militer dan isu perang melawan teror di Afganistan sudah terlampau parah.
Dominasi AS yang sering dipertanyakan pun, walaupn memang bersumber pada
kemampuannya dalam bidang nuklir lebih kuat, namun tampaknya negra-negara lain
telah menyadari bahwa asas kepentingan bersamalah yang seharusnya dipikirkan.
Terlebih banyak anggota Uni Eropa yang juga merupakan anggota NATO sehingga pola hubungan antara Uni Eropa dan NATO[8] pun kini mengalami suatu dinamika dalam proses akumulasi kekuasaan. Banyak hambatan yang ditemukan anggota Uni Eropa dalam proses itu. Dalam pemberantasan terorisme di atas, negara-negara di Eropa memiliki cara tersendiri yang belum sepenuhnya bisa dilaksanakan. Demikian pun dalam ihwal pasukan khusus yang harus mendapat persetujuan PBB. Ini merupakan masalah nasional, yang beraakar pada perbecdaan cara pandang anatar negra anggota.
2.4 Peranan
NATO Dalam Regional dan Internasional
2.6.1 Peran NATO di kawasan Asia
` Kehadiran North Atlantic Treaty
Organisation atau NATO di negara-negara berpendudukan mayoritas Muslim[9] dinilai telah
menebarkan ancaman bagi kelangsungan kehidupan sosial, budaya, politik, dan
keagamaan umat Islam. Untuk mengkritisi sepak terjang NATO secara obyektif,
beberapa lembaga internasional di Indonesia dan Malaysia berinisiatif menggelar
konferensi internasional tentang peran NATO di kawasan Asia, pada 5 Mei 2009 di
Sime-Darby Convention Centre, Kuala Lumpur, Malaysia. Kazi Mahmood, Presiden
World Futures Organisation for Malaysia (WFOM) menjelaskan, salah satu agenda
pembicaraan dalam konferensi ini adalah problematika sosial, budaya, politik,
dan agama yang dihadapi umat Islam di negara-negara di mana tentara NATO
memainkan peran yang besar.
Misalnya di Selat Malaka. Kebijakan
militer NATO di negara-negara berpenduduk Muslim di Jazirah Arab dan Asia
Tengah menunjukkan pengaruhnya yang semakin meluas. Konferesi nternasional yang
bertema "North Atlantic Treaty Organisation (Nato) and its Policies in
Asia" ini akan menghadirkan lima pembicara, dua dari Malaysia dan tiga
lainnya dari luar Malaysia. 200 undangan yang terdiri dari diplomat dan
akademisi telah mengkonfirmasi kehadirannya.
Hal ini
menunjukan bahwa semakin hari, semakin berkembang rasa kritis antar actor yang
tak lagi negara, namun umat. Konferensi ini bsebagai reaksi atas sikap dan
tindakan NATO di Asia khgususnya dan bagi umat muslim lain umumnya.
2.6.2
Perluasan Keanggotaan NATO dan Strategi Rusia dalam Menghadapinya
Perluasan
Keanggotaan NATO, khususnya ke wilayah Eropa Timur, pada dasarnya merupakan
bentuk eksistensi diri dalam keamanan dan perpolitikan di Eropa. Perluasan
tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor
internal[10], yakni melalui program Partnership
for Peace (PfP) yang diperkenalkan oleh Menteri Pertahanan AS, Les Aspin.
Lalu, Konferensi Tingkat Tinggi Brussels, Januari 1994 yang membahas mengenai
adaptasi NATO terhadap keadaan yang telah berubah dan mendukung dibukanya
hubungan yang lebih dekat dengan negara-negra Eropa Timur dan Tengah, serta
negara-negara bekas Uni Soviet. Kemudian, adanya Study on Enlargement,
pada September 1995, yang menghasilkan alasan NATO melakukan perluasan[11], yakni untuk
memperluas hubungan Trans-Atlantik, dengan prinsip-prinsip perluasan bahwa
anggota baru mendapat kesempatan untuk berpartisipasi di bawah komando NATO.
Selain itu juga adanya KTT Madrid, Juli 1997 yang memutuskan bahwa pada tahun
1999, perluasan keanggotaan NATO akan terelaisasikan.
Faktor
eksternal, yakni, terjadinya perubahan keamanan di Eropa pasca perang dingin
dalam situasi damai yang tidak stabil. Ditambah dengan tak ada lagi kekuatan
hegemoni regional Uni Soviet, sehingga salah satu syarat keanggotaan NATO
adalah bahwa negara-negara tersebut harus dapat meenyelesaikan sengketa
etnik-teritorialnya.
Rusia merasa
bahwa dengan adanya perluasan keanggotaan NATO, maka stabilitas dan keamanannya
akan terancam, terlebih jika dilakukan hingga ke wilayah timur yang merupakan
wilayah yang menopang Rusia pada masa Perang Dingin.
Sehingga
Rusia merasa bahwa tindakan yang dilakukan NATO tersebut bersifat provokatif
karena dapat menimbulkan perpecahan antara negara yang akan dan tak akan
diterima sebagai anggota NATO. NATO dianggap telah mengingkari janji yang
disampaikannya pada tahun 1991 dalam Reunifikasi Jerman yang menyatakan NATO
tidak akan melakukan perluasan ke wilayah timur.
NATO perlu
membuktikan pada Rusia bahwa tindakan perluasan keanggotaannya tidak akan
mengancam posisi Rusia. Perlu adanya pembicaraan yang intensif antara
NATO-Rusia, karena adanya perbedaan pandangan , prinsip dan karakter pengesahan
kesepakatan keduanya. Walaupun NATO memiliki maksud untuk menempatkan Rusia
sebagai konsultan dalam berbagai misi perdamaian dan peredaan konflik, namun
hak untuk mengambil keputusan dan hak veto tetap pada tangan NATO.
Strategi
Rusia dalam menghadapi perluasan wilayah tersebut, yakni dengan strategi
politik dengan tetap melakukan hubungan baik dengan NATO dan organisasi
regional lain seperti Uni Eropa, melalui interaksi yang terbuka dan membangun
citra baik agar tetap dipandang sebagau negara yang berpengaruh. Karena Rusia
menganggap bahwa NATO lebih kepada organisasi pertahanan bersama daripada
organisasi keamanan bersama. Selain itu Rusia juga melakukan strategi militer,
dengan menjadikan nuklir sebagai jaminan keamanan dan kebijakan Rusia.
BAB III
KESIMPULAN
Jadi, dapat disimpulkan bahwa organisasi besar seperti
NATO yang memiliki banyak negara anggota, tentuya tak luput dari berbagai
permasalahan, baik internal maupun ekternal, karena perubahan pasti terjadi di
dunia ini.
Dinamika internal tentunya memiliki pengaruh bagi
peranan NATO dalam dunia internasional. Apalagi jika dinamika internal tersebut
telah mencuat ke permukaan dunia internasional karena adanmya bentuk komunikasi
internal yang tidak baik di dalam NATO, sehingga berpengaruh pada pandangan
dunia terhadap NATO.
Reaksi dunia internasional khususnya umat Islam di
Benua Asia dan Uni Eropa terhadap pengaruh NATO yang telah meluas, yakni dengan
melakukan tindakan preventive dengan melakukan diskusi secara objektif dann
juga dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian akan keputusan yang diambil.
sangat membantu
BalasHapusGr5 Titanium Bars - Titanium Arts
BalasHapusGr5 Titanium guy tang titanium toner Bars. $15.00 · fallout 76 black titanium $7.00 · $9.95 · surgical steel vs titanium $20.00 · $7.00. titanium scooter bars Gr5. The Best Barbecue titanium plate flat iron Options - Visit us at Tittmore's.